Mungkin hanya penggalan lagu Kupu-kupu Malam yang bisa sangat tepat menggambarkan kehidupan perempuan malam atau yang lebih akrab disebut pelacur. Lagu tersebut dipopulerkan pertama kali oleh Titiek Puspa, kemudian diaransemen ulang oleh grup band Peterpan. sekadar mengingatkan, berikut penggalan lagunya.
ada yang benci dirinya
ada yang butuh dirinya
ada yang berlutut mencintanya
ada pula yangg kejam menyiksa dirinya
ini hidup wanita si kupu-kupu malam
bekerja bertaruh seluruh jiwa raga
bibir senyum kata halus merayu memanja
kepada setiap mereka yg datang
dosakah yangg dia kerjakan
sucikah mereka yang datang
kadang dia tersenyum dalam tangis
kadang dia menangis di dalam senyuman
Lagu tersebut menceritakan tentang kehidupan seorang perempuan yang menjual dirinya untuk dapat bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Aktivitas menjual diri ini lazim dilakukan pada malam hari sebab para pelanggannya biasanya mencari hiburan atau kesenangan pada malam hari selepas bekerja. Itu sebabnya perempuan yang menjual diri, disebut perempuan malam.
Dikatakan perempuan malam sebab perempuan yang kerap menjajakan dirinya sebagai objek seks di malam hari. Juga, para laki-laki yang ingin dan mencari hiburan berkencan dengan pelacur akan melakukannya saat malam hari, meskipun saat ini aktivitas tersebut tak hanya bisa dilakukan di malam hari saja.
Untuk beberapa perempuan malam yang dikoordinasi dan masuk ke dalam sebuah jaringan prostitusi, aktivitas tersebut bisa mereka lakukan kapan saja setelah mendapat persetujuan dan perintah dari germonya.
Perempuan malam ini rata-rata memang pendatang dari desa ke kota. Awalnya, mereka ke kota untuk mencari kerja. Namun, mencari kerja di kota ternyata tak semudah bayangan mereka ketika masih di desa dulu. Tidak juga mendapat pekerjaanlah yang membuat mereka akhirnya memilih profesi sebagai pelacur.
Semuanya disebabkan keterpaksaan, faktor ekonomi yang menjadi faktor utama penyebab mereka memilih profesi sebagai perempuan malam. Mereka yang menjadi pelacur karena masalah ekonomi lantaran mereka di kota tak mau terkubur. Ada pula yang mengawali profesi sebagai pelacur karena dibohongi oleh lelaki, dikhianati oleh pacar setelah diperawani.
Sebagian besar masyarakat kita, cenderung menghardik mereka, memaki mereka, menghina mereka. Masyarakat kita tidak tahu apa yang telah mereka alami. Kesakitan, kepedihan apa yang telah mereka jalani. Menjadi perempuan malam bukanlah keinginan mereka. Semuanya karena keadaan.
Tidak memiliki keahlian, tidak memiliki pendidikan yang pantas, menjadikan profesi sebagai pelacur ialah satu-satunya jalan yang bisa dilakoni hanya untuk tetap dapat melanjutkan hidup. Pelacur ialah profesi yang bisa mereka jalani, meski harus mengganti identitas, menyembunyikannya dari keluarga besar. Bagi mereka, tak apalah jadi pelacur, toh masih jual keringat.
Kita sepatutnya tidak menghina mereka, tidak mencibir mereka. Selama mereka tidak mengusik kita, kita tidak alasan untuk membenci mereka. Jika mau, kita lakukan sesuatu yang memang benar-benar bermanfaat bagi mereka, bukan malah menghinanya. Daripada menghina lebih baik kita diam.
Lebih baik lagi jika kita mampu memberikan solusi yang lain bagi mereka agar tidak melanjutkan dan mempertahankan hidup dengan menjadi perempuan malam. Di balik profesinya yang mereka jalani, mereka sesungguhnya masih menyimpan cita-cita yang masih ingin diwujudkan, tentu jalannya bukan dengan menjadi perempuan malam.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan